Personal Homepage Dr. Wirantaprawira





Rubrik ORBA & KKN

"Yang Penting Proses Hukumnya"

Kendati masih sebatas temuan adanya indikasi penyimpangan -seperti hasil audit BPK-di yayasan milik Kostrad, keseriusan petinggi di kesatuan yang pernah dikomandani oleh Soeharto dan menantunya Prabowo Subianto ini, juga merupakan langkah maju. Buktinya, Agus Wirahadikusumah langsung memberhentikan dua pejabat di jajaran Kostrad yaitu Kepala Keuangan dan Asisten Logistik untuk menghindarkan kemungkinan rekayasa pertanggungjawaban mereka.

Dua pejabat yang dinonaktifkan tersebut adalah, Kol Fahmi Firdaus sebagai Kepala Keuangan yang digantikan oleh Letkol CKU Heru, dan Kol CPL Tanjung sebagai Asisten Logistik digantikan oleh Kol Inf Kusmayadi.

Terbongkarnya dugaan telah terjadi penyimpangan dan korupsi di lingkungan Kostrad yang jumlahnya mencapai Rp 38 miliar ini, oleh banyak kalangan tidak terlepas bermuatan politis. Seperti diketahui sejak reformasi bergulir, posisi TNI benar-benar menjadi 'bulan-bulanan'. Belum lagi TNI ternyata juga berperan dalam kancah politik. Wajar kalau kemudian seiring dengan perubahan peta politik di tanah air, berubah juga peta perkubuan di jajaran TNI.

Sinyalemen ini cukup masuk akal. Meski perkubuan di tubuh militer ini kerap dibantah oleh jajaran petinggi TNI sendiri, namun tidak bisa dielakkan bahwa TNI memang telah terjadi pengelompokan. Wajar kalau kemudian sejumlah pengamat militer seperti Indria Samego, Hasnan Habib, dan lainnya dengan tegas melihat adanya perkubuan itu.

Seiring dengan perubahan peta politik, maka masing-masing kelompok itu bermain sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan yang tengah dibidiknya. Hal ini nampak jelas dari mutasi-mutasi yang telah terjadi di lingkungan TNI beberapa saat terakhir ini. Wajar kalau kemudian terbongkarnya dugaan penyimpangan di tubuh Kostrad yang sempat mencuat ini, tidak lain buntut dari 'perang' antarkelompok di tubuh TNI.

Reformis?

Dugaan ini cukup masuk akal dengan adanya sinyalemen dari dugaan penyimpangan itu ada petinggi TNI yang dibidik untuk menjadi korban, tidak lain mantan Pangkostrad sebelumnya, yakni Letjen TNI Djadja Suparman. Mantan Pangdam V/Brawijaya dan Pangdam Jaya ini dikenal sebagai salah satu 'anak emas' mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Wiranto.

Buntutnya, Pangkostrad saat ini, Letjen Agus Wirahadikusuma yang selama ini lebih dikenal sebagai perwira 'reformis' dianggap mempunyai kepentingan untuk membongkar skandal itu. Analisa pun berkembang, langkah Agus ini tidak lain dikait-kaitkan untuk memperkuat posisinya. Bahkan tidak sedikit yang mencibir, bahwa usaha itu untuk membuktikan bahwa dia benar-benar sebagai perwira yang 'reformis'.

Akuntan Publik

Sinyalemen itu cukup masuk akal, terlebih dengan terbongkarnya dugaan penyimpangan itu memang dilakukan oleh Agus sendiri yang mengundang akuntan publik untuk mengaudit institusi yang dipimpinnya. Wajar kalau kemudian, menurut sejumlah sumber di Mabes TNI AD, tindakan Agus mengundang akuntan independen untuk mengaudit dana yayasan milik Kostrad itu menimbulkan ketidaksenangan sejumlah perwira tinggi, yang menurut dia, khawatir ketahuan belangnya.

Namun, ketika hal itu dikonfirmasikan pada Pangkostrad, dia mengaku tidak peduli, karena yang dilakukannya demi kebaikan. "Ini mau sembuh atau mau sakit. Mau dipercaya prajurit dan rakyat atau tidak. Mau apa, terserah, rakyat itu tahu siapa yang berjiwa setan dan siapa yang berjiwa malaikat," kata mantan pangdam VII/Wirabuana ini.

Saat ditanya, adakah kemungkinan penyelewengan yang sangat besar itu digunakan untuk kepentingan politik? Agus belum bisa memastikannya. "Semua tertulis untuk kepentingan kesatuan. Jadi, sedang diperiksa besarnya, kewajarannya sampai di mana. Biasalah, ini kelakuan-kelakuan kita dulu, (melakukan) mark up, dan segala macam," ujarnya.

Makanya, lanjut dia, dalam rangka reformasi dan konsolidasi Kostrad ini, dia akan berusaha membangun sistem manajemen yang lebih bagus, baik dalam perencanaan maupun pengendalian. Dengan begitu, semua keuangan negara, terutama untuk kepentingan prajurit, dapat dipertanggungjawabkan. Bukan hanya kepada kesatuan Kostrad, melainkan juga pada pemerintah dan masyarakat.

Proses Hukum

Demikian halnya dengan anggota DPR RI dari Fraksi Golkar yang juga anggota Komisi I, Yasril Ananta Baharuddin dan pengamat politik dan militer LIPI Indria Samego, tidak sependapat persoalan ini dikaitkan dengan muatan politis. Ada kekhawatiran kalau kasus ini ditarik ke politis bukan malah mentuntaskan masalah, namun akan mengaburkan esensi untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

"Sehingga, seharusnya kita dukung usaha pengungkapan itu dengan membantu menemukan bukti-bukti yang bisa dijadikan panduan untuk menindaklanjuti dugaan itu ke proses hukum. Jadi bukan mempersoalkan segi politisnya, "

Indria Samego melihat, audit yang dilakukan di Kostrad tidak ada hubungannya dengan perseteruan yang terjadi antara mantan Pangkostrad Letjen Djadja Suparman dengan penggantinya, Letjen Agus Wirahadikusumah. Sehingga, menurut Indria, nampaknya tidak perlu membicarakan (perseteruan) itu, tetapi apa yang dimaksud kekayaan TNI harus dianggap sungguh-sungguh untuk TNI, bukan untuk pimpinannya.

"Siapa pun yang memimpin di TNI harus melakukan itu (audit). Dan sudah barang tentu yang dilakukan Agus merupakan langkah awal untuk menciptakan iklim yang bersih dari KKN di institusinya. Dan saya pikir hal ini juga bisa dilakukan di institusi kesatuan militer lainnya, kalau memang ingin dikatakan TNI telah melakukan paradigma baru. Sehingga slogan restrukturisasi, reorganisasi, bukan hanya sekadar slogan saja." ungkapnya

Djadja Diklarifikasi

Buntut dari dugaan sejumlah petinggi di Kostrad terlibat penyimpangan itu, mantan Pangkostrad Letjen TNI Djadja Suparman, sudah barang tentu akan ikut diklarifikasi. Sinyalemen akan ikut diklarifikasinya Dansesko TNI oleh Irjen TNI Angkatan Darat soal dugaan korupsi di Kostrad ini dibenarkan oleh Agus Wirahadikusuma. Namun klarifikasi atas dugaan korupsi tersebut tidak hanya dilakukan kepada Djadja, tetapi juga kepada pejabat-pejabat lain yang terkait.

"Jadi, semua akan diperiksa. Apakah itu jenderal atau prajurit, sama saja, tetap diperiksa," ujar alumnus Akabri ´73 ini.

Begitu pula soal berapa jumlah dana yang diselewengkan, dia juga belum tahu persis. Yang jelas, Agus berjanji tidak akan menutup-nutupi apa pun hasil pemeriksaan itu. Dia juga tidak peduli, apakah hasil pemeriksaan nanti akan menyangkut nama seorang jenderal atau bukan. "Kita kan sudah sepakat, dalam reformasi ini kita harus menjunjung supremasi hukum," tandasnya. ****



Related Article



(c) 2000 Oposisi.Com