Personal Homepage Dr. Wirantaprawira





Rubrik ORBA & KKN

Gurita Bisnis Yayasan DP Kostrad

Dugaan adanya penyimpangan dan korupsi di tubuh Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) sebenarnya tidak terlepas dari rantai-rantai yang dibangun oleh pemerintahan Soeharto selama 32 tahun. Dengan label model yayasan-yayasan, bisnis TNI menempel terus dengan bisnis keluarga Soeharto.

Dua kepentingan bisnis ini saling memanfaatkan untuk mengeruk keuntungan bersama. Bisnis TNI yang paling tua adalah bisnis yang dijalankan Kostrad, yakni melalui Yayasan Kesejahteraan Sosial Dharma Putra Kostrad (Yayasan Kostrad). Yayasan yang didirikan oleh Soeharto pada awal Orde Baru ini, kemudian diserahkan kepada Sofyan Wanandi. Di tangan mantan demonstran itu, didukung Soedono Salim dan para konglomerat lainnya, bisnis Kostrad berkembang pesat hingga memiliki berbagai perusahaan.

Sedikit catatan juga perlu diberikan tentang Yayasan Kesejahteraan Sosial Dharma Putera Kostrad (YDP Kostrad), yang pernah dikuasai Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto sebagai Pangkostrad. Ketua harian YDP Kostrad mula-mula adalah Brigjen Sofyar, kepala staf Kostrad waktu itu, yang juga "terpilih" sebagai ketua Kadin Indonesia.

Sesudah Sofyar meninggal pada tahun 1973, jabatan itu dialihkan Soeharto kepada Jenderal Suryo Wiryohadipuro, salah seorang aspri (asisten pribadi) presiden waktu itu. Walaupun resminya Suryo menjabat sebagai ketua harian YDP Kostrad, pengelolaan bisnis kelompok perusahaan itu berangsur-angsur dipercayakan Soeharto pada Sofyan Wanandi. Sofyan adalah tangan kanan Jenderal Sudjono Humardani, yang juga Aspri Presiden Soeharto.

Maka, masuklah Sudjono Humardani serta dua orang putranya, Djoko, Salim, dan seorang menantunya, Saso Sugiarso, ke dalam perusahaan-perusahaan kelompok itu, yang pada awalnya bekerja sama erat dengan Yayasan Kartika Eka Paksi, pemilik kelompok perusahaan Tri Usaha Bhakti (Truba).

Sementara itu, pembagian rezeki bagi keluarga Jenderal Suryo, tidak dilupakan. Seorang menantunya, Adiwarsito Adinegoro, juga turut dalam delapan perusahaan milik Kostrad. Sedangkan seorang anak Jenderal Suryo sendiri, Tony Suryo, dilibatkan dalam kelompok bisnis Astra, dan menjadi tangan kanan Edward Soerjadjaja dalam kelompok Summa.

Di tangan Sofyan Wanandi itulah bisnis kelompok Kostrad -- yang lebih dikenal dengan nama kelompok Pakarti Yogya -- berkembang dengan pesat, dengan dukungan dari kelompok Salim dan konglomerat-konglomerat lain, seperti kelompok Mantrust, Bank Panin, BUN, dan lain-lain. Hingga kini, Yayasan Kostrad memiliki saham sebesar 40% di Mandala Airlines. Yayasan Kostrad belakangan ini juga memiliki saham di Bank Windu Kentjana, PT Garuda Mataram, perakit mobil VW. Di bisnis otomotif lainnya, Yayasan Kostrad memiliki saham di PT Toyota Astra Motors, agen tunggal mobil Toyota di Indonesia, PT Federal Motor dan agen sepeda motor merek Honda.

Kostrad, seperti anak-anak Soeharto, juga menerima proyek dari Pertamina dengan menanamkan sahamnya di pabrik plastik perusahaan tambang minyak negara itu. Salah satu perusahaan Yayasan Kostrad yang paling banyak menghasilkan uang adalah PT Tri Usaha Bhakti (PT Truba). Bersama PT Nusamba, gurita bisnis milik Soeharto dan Bimantara, PT Truba bergabung dalam PT International Timber Corporation Indonesia mengelola ratusan ribu hektare hutan yang menghasilkan kayu dan bubur kayu.

Sedangkan usahanya di Bank Windu Kencana, praktiknya patungan antara Kostrad dan Liem Sioe Liong, walaupun menurut akte notarisnya adalah milik YDP Kostrad, Yayasan Trikora, dan Yayasan Jayakarta. Pabrik perakitan Volkswagen, yang diambil alih Kostrad dari Piola Panggabean, dan berganti nama menjadi PT Garuda Mataram, adalah kongsi antara Kostrad dan kelompok Mantrust. Bahkan dalam PT Toyota Astra Motors, agen tunggal mobil Toyota di Indonesia, YDP Kostrad memiliki 7,5% saham. Juga dalam agen sepeda motor Honda, PT Federal Motors yang anak perusahaan Astra juga, YDP Kostrad punya saham.

Lama-lama, Sofyan mulai mengembangkan kelompok perusahaan yang didominasi keluarga Wanandi, yang lebih dikenal dengan nama kelompok Gemala, yang di tahun 1993 terdiri dari 32 perusahaan dengan omzet lebih dari Rp 1,2 triliun per tahun. Perusahaan-perusahaan Kostrad sendiri semakin telantar, apalagi setelah VW semakin disaingi mobil-mobil Eropa, AS, Jepang, dan Korea yang diageni kelompok Salim serta bisnis keluarga Soeharto lainnya.
Dalam dasawarsa terakhir, kelompok Nusamba dan bisnis keluarga besar Soeharto lainnya mulai masuk menguasai berbagai perusahaan yang dulu didominasi Kostrad. Di tahun 1970, akte notaris PT Bogasari menentukan bahwa 26% keuntungan pabrik penggilingan terigu itu harus dibagi rata antara YDP Kostrad dan Yayasan Harapan Kita.

Tujuh tahun kemudian, akte notaris Bogasari direvisi. Nyonya Bustanil Arifin, yang masih kerabat Nyonya Tien Suharto, masuk menjadi pemegang 21% saham Bogasari. Dialah yang berhak menentukan pembagian keuntungan pabrik terigu raksasa itu untuk yayasan-yayasan sosial. Akibatnya, lenyaplah "jatah" otomatis YDP Kostrad sebesar 13% itu.

Kemudian, seperti yang sudah disinggung di atas, Maskapai Penerbangan PT Mandala Airlines, kini dikuasai Nusamba (45%) dan Sigit Harjojudanto (15%), sehingga saham PT Dharma Putera Kencana (a.n YDP Kostrad) tinggal 40%. Mandala juga telah mengangkat Jenderal Wismoyo Arismunandar, adik ipar (alm) Nyonya Tien Suharto, sebagai Presiden Komisaris.

Masuknya pemegang saham baru juga memperkuat otot operasi Mandala, dengan membeli dua pesawat Boeing 737 bekas milik maskapai penerbangan Jerman, Lufthansa. Kendati demikian, YDP Kostrad masih tetap bertahan sebagai pemegang saham sejumlah perusahaan lain yang tergolong basah, misalnya pabrik karung plastik Pertamina, PT Karuna, bersama dua yayasan TNI AD yang lain.
**hany lastyawan/dbs



Related Article



(c) 2000 Oposisi.Com