Homepage Megawati Soekarnoputri@Internet




Silahkan Logo PDI-P di-klik

Krisis dan Solusi Tragedi Maluku Utara


Penulis: Thamrin Amal Tomagola *

detikcom - I. AWAL MULA PERTIKAIAN

Tragedi  Maluku  Utara  berawal  mula  pada saat ketentuan dari PP No 42/99 tentang  pembentukan  kecamatan Malifut dilaksanakan di lapangan. Kecamatan baru  yang  seyogyanya  diresmikan  pada hari itu terdiri dari 16 desa suku Makian  pendatang  yang beragama Islam, 5 desa suku asli Kao yang mayoritas Kristen dan 6 desa asli suku Jailolo yang juga mayoritas beragama Kristen.

Baik  penduduk  asli 5 desa Kao maupun penduduk asli 6 desa Jailolo menolak untuk  bergabung  dalam kecamatan baru yang mau diresmikan itu sebab mereka jelas  akan  merupakan  minoritas  dalam  27  desa yang membentuk kecamatan Malifut.  karena  penolakan  ini,  peresmian  kecamatan  baru  ini  menjadi tertunda.

Penundaan  ini  membuat  masyarakat suku Makian pendatang di Malifut maupun yang  bermukim di kota Ternate menjadi cemas. Kecemasan ini disebabkan oleh di  satu  pihak adanya kenyataan terkatung-katungnya status wilayah mereka, dan  di  lain  pihak,  sebagai  pihak  yang  akan  menjadi  mayoritas dalam kecamatan  baru  mereka  tentu saja ingin PP 42/99 segera direalisasi. Dan, pada  tanggal  14  Agustus  1999 mahasiswa suku Makian-Kayoa yang bergabung dalam  HIPMA MAKAYOA melakukan demonstrasi di depan Kantor Pemda. Kecemasan para mahasiswa Makayoa ini berhasil ditenangkan dalam pertemuan kesepakatan
keesokan harinya.

Pada  hari Rabu tanggal 18 Agustus 1999 pecah pertikaian di calon kecamatan Malifut  untuk  pertama-kalinya yang dipicu oleh perkelahian anak-anak muda dari  kedua  suku  yang bertikai. Saling serang rnenyerang terus, berlanjut> hingga  tanggal  20  Agustus  1999.  Pada  tanggal  21 Agustus 1999, aparat keamanan   -   polisi   dan  tentara  -  diturunkan  ke  lokasi  pertikaian bersama-sama dengan

Muspida  dan  Sultan  Ternate.  Para  pengungsi  suku  Makian-Malifut mulai mengalir  ke  Ternate  dan  Tidore  sejak  20  Agustus 1999. Arus pengungsi Makian-Malifut ini terus mengafir ke Temate hingga tanggal 25 Agustus 1999.

II. GELOMBANG PERTIKAIAN

Tragedi  kemanusiaan di Maluku Utara sejauh ini telah berlangsung dalam dua gelombang. Gelombang I berlasung hanya di Kecamatan Malifut dari tanggal 15 Agustus  sampai  dengan  20  Agustus  1999. Dalam peristiwa ini telah jatuh korban manusia maupun harta benda di kedua belah pihak.

Kerusuhan  ini  berhasil dipadamkam berkat kerjasama Pemda tingkat II, para tokoh  masyerakat  dan  Sultan  Ternate.  Penyelesaian yang dilakukan hanya sebatas  penghentian  portikaian  tanpa  menyentuh  dan  menyelesaikan akar permasalahan.

Akar  permasalahan dibiarkan terkatung-katung, karena seluruh jajaran Pemda Maluku  Utara  dan  sebagian  besar  tokoh  masyarakat  dan  rakyat umumnya kemudian  terserap perhatian, tenaga dan pikiran mereka ke proses pemekaran Propinsi  Maluku  Utara  yang kemudian secara resmi berdiri pada tanggal 16 September 1999.

Gelombang  II  tragedi  Maluku Utara pecah pada tanggal 24 Oktober 1999, di hari  minggu  pagi,  dan  masih  terus  berlangsung  hingga hari ini. Skala kerusakan dari Gelombang II ini jauh lebih besar dan dahsyat dari Gelombang I baik dalam ukuran kerusakan fisik/material, 16 desa suku Makian Pendatang diratakan  dengan  tanah,  kebun  cengkeh dan kelapa dibabat oleh penyerang suku  Kao,  Jailolo  dan  Tobelo.  Masjid-masjid  tidak dibakar hanya Quran dikeluarkan  dari  dalam mesjid dan diletakkan dijalan raya. Korban manusia yang  luka-luka  dan  meninggal  berpuluh-puluh  orang. Seluruh suku Makian pendatang  dari 16 desa melarikan diri keluar dari kecamatan Malifut dengan hanya berpakaian di badan saja.

Sebanyak  16.000 pengungsi kemudian ditolong oleh Pemda dan aparat keamanan untuk  diungsikan  ke  Ternate dan Tidore. Di Ternate mereka ditempatkan di tempat-tempat  penampungan di Ternate Selatan yakni daerah pelabuhan, pusat kegiatan  perdagangan  dan  pemerintahan  dan pada umumnya dihuni oleh para pendatang dari berbagai suku, dan ras dan beragam agama.

Wilayah  Ternate  Selatan  adalah wilayah majemuk dengan tingkat pendidikan yang  relatif  tinggi,  Sebaliknya  wilayah  Ternate  Utara relatif homogen penduduk  asli  suku Ternate dengan tingkat pandidikan yang relatif rendah. Di  Ternate  Utara  terdapat  lapangan terbang Sultan Banau dan Universitas Sultan Chairun. Daerah Ternate Utara adalah daerah Adat Sultan Ternate.

Sebagian  dari  para  pengungsi  suku  Makian  Malifut  kemudian  ada  yang melakukan pengrusakan dan pembakaran terhadap rumah-rumah ummat Kristen dan gereja  mereka tanpa membedakan suku dari ummat Kristen itu. Sebagian besar dari  rumah-rumah  ummat Kristen di Ternate yang dirusak adalah rumah-rumah yang sudah kosong ditinggal pergi o1eh para penghuninya.

Para  penghuni  mengungsi ke Kantor Polres Ternate, asrama Tentara, Keraton Sultan  Ternate  dan  sebagian besar memilih mengungsi ke Manado dan Bitung dengan  menggunakan  kapal  laut dan pesawat terbang. Jumlah yang mayoritas ummat  kristen  yang  mengungsi  ke  Sulawesi  Utara ini sekarang berjumlah kurang-lebih 12.000 jiwa.

Di  Tidore  juga  terjadi  tindak kekerasan terhadap ummat Kristen. Seorang pendeta  dibunuh  dan  beberapa  lainnya luka berat, Sultan Tidore berhasil dengan  sigap  melerai  dan  melindungi ummat Kristen yang terancam. Mereka kemudian banyak yang mengungsi ke Manado.

Ketiga  Sultan  yang  ada  di  Maluku  Utara, yaitu: Sultan Ternate, Sultan Tidore  dan  Sultan  Bacan telah banyak berjasa dalam ponghentian kekerasan pada tahap awal terhadap ummat Kristen Maluku Utara.

Sultan   Ternate  secara  khusus  mengerahkan  Pasukan  Adat  untuk  tujuan tersebut.  Kehadiran  Pasukan  Adat  Sultan  Ternate pada tahap awal memang sangat membantu pada saat aparat Negara, baik polisi maupun tentara Yon 732 hampir  tidak  berfungsi.  Akan  tetapi pada tahap selanjutnva Pasukan Adat Sultan  Temate  ini  kemudian  mengambilalih  fungsi  pengamanan dalam kota Ternate senuhnya ke tangan mereka.

Aparat  keamanan  kelihatannya  tidak berkeberatan atas kenyataan tersebut. Pasukan  Adat  Sultan Ternate kemudian bertindak arogan di jalan-jalan kota Ternate dengan melakukan sweeping secara berkala terhadap warga kota. Lebih jauh,  Pasukan  Adat  Sultan Ternate dengan bantuan organisasi sayap pemuda yang  bernama Generasi Muda Sultan Babullah (GEMUSBA) menyusun suatu Daftar Hitam   yang  berisi  kurang-lebih  seratus  namsa  tokoh  masyarakat  suku Makian-Kayoa  dan  Tidore,  yang beragama Islam, untuk diciduk oleh pasukan adat  Sultan  Ternate,  Rentetan  penculikan, sejauh ini telah ada 10 orang Makian yang diculik.

Setelah  ditahan  beberapa  lama,  korban  penculikan  ini  sekarang  sudah dilepaskan.  Aksi  penculikan itu sekarang telah berhenti setelah dua kasus penculikan  (atas  Sdr.  1mran  Jurnadil  dan Sdr. Ishal Latif) diungkap di media  elektronik  nasional  dan  dilaporkan  ke  Meneg HAM dan KOMNAS HAM, -Rentetan  penculikan dan penganiayaan ini bukan saja dibiarkan oleh aparat polisi dan tentara tetapi juga difasilitasi dan dibantu oleh kedua kesatuan ini.

III. KONDISI TERAKHIR

Kondisi   terakhir  di  Maluku  Utera  cukup  menggembirakan  karena  telah meredanya  pertikaian  di  Ternate,  Tidore  dan  Malifut sendiri. Walaupun demikian perlu diketahui bahwa sampai hari ini masih terjadi gerakan saling serang  menyerang  antara  ummat  Kristen dan Islam di Halmehara Tengah dan Selatan,  yaitu  di  kecamatan-kecamatan,  Gane  Barat, Gane Timur, Obi dan Payihe.

Korban terus berjatuhan baik yang meninggal maupun yang luka-luka. Sebagian besar, 7000 jiwa, dari ummat Kristen dari daerah-daerah ini telah mengungsi ke  wilayah  Tobelo,  Halmahera Utara, yang merupakan pusat Pimpinan Gereja Masehi Injili Halmahera (GMIH).

Dengan  demikian,  lokasi  pertikaian  yang  perlu untuk dicermati adalah, pertama,  di  keempat kecamatan tersebut diatas di Halmahera Tengah, kedua, kecamtan  Tobelo dan Galela di Halmahera Utara Yang sedang diliputi suasana aman  mencengicam,  serta  ketiga, kota Ternate yang masih diliputi suasana teror.

Pasukan  Adat Sultan Ternate masih berpatroli dalam kota, dalam jumlah yang bervariasi  dari  paling  sedikit  5  orang  sampai paling baryak 30 orang, walaupun  pihak Kepolisian R1 telah mendatangkan dua batalyon Brimob. Perlu dikemukakan  bahwa  kedua  Batalyon  Brimob  bertindak  cukup proporsional, profesional dan netral atas semua pihak yang bertikai di Ternate.

Kualitas  pasukan seperti inilah yang dibutuhkan di Maluku Utara khususnya, Maluku pada umumnya. Warga Ternate, baik di Ternate Utara maupun di Ternate Selatau,  masih terus diliputi ketakutan dan hidup dalam teror dari pasukan adat Sultan Ternate. Atmosfer teror dan ketakutan ini terutama dialami oleh suku Makian Kayoa dan Tidore yang bermukim di Ternate Selatan.

Muncul  suatu  situasi  yang memprihatinkan, yaitu dua suku yang sama-sama, beragama  Islam  berhadap  hadapan  dalam  suasana, konfrontatif dalam kota Ternate.  Masing-masing  pihak menguasai wilayah yang berbeda. Pasukan Adat Sultan  Ternate  menguasai  Ternate  Utara  sedangkan Suku Makian-Kayoa dan Tidore menguasai Ternate Selatan.

Pada  saat  ini  sesungguhnya  terdapat  tiga  kelompok pengungsi. Kelompok Pengungsi  I terdiri dari saku Makian Malifut pendatang yang beragama Islam dan  berjumlah 16,000 jiwa yang sekarang tersebar di Pulau Ternate Selatan, Tidore dan Makian.

Kelompok   pengungsi   II   terdiri   dari   ummat   Kristen  suku  Manado, Sangir-Talaud,  Ambon  dan lainnya yang ditampung di Bitung dan Manado yang berjumlah  kurang-lebih  12.000  jiwa. Ibu wakil Presiden Megawati Soekarno Puteri  dalam  kunjungannya  minggu lalu ke Maluku dan Sulawesi Utara hanya mengunjungi  dan  memberi  bantuan pada pengungsi ummat Kristen di Sulawesi Utara ini. Dan akhirnya, Kelompok Pengungsi III terdiri dari para pengungsi Kristen  dari Halmahera Tengah yang sekarang ditampung di Tobelo sebanyak 7 000 jiwa.

Keadaan  para  pengungsi  dari  ketiga  kelompok yang telah di sebut, yaitu kelompok  I  di  Bitung-Manado,  Kelompok  II di Ternate, Tidore dan Makian serta  Kelompok  III  di  Tobelo  sebagian  besar  masih dalam keadaan yang memprihatinkan dengan gradasi yang berbeda-beda. Kelompok pengungsi Kristen di Bitung-Manado relatif lebih terurus dan berkecukupan dibandingkan dengan kelompok pengungsi Muslim Malkian Ma1ifut maupun kelompok pengungsi Kristen di  Tobelo,  Halmahera  Utara.  Selain hidup dalam serba keterbatasan fisik material, para, pengungsi juga mulai menderita tekanan psikologis.

ANATOMI PERMASALAHAN

Sebagaimana  telah  dikemukakan di atas, secara geografis lokasi Pertikaian ada  di  tiga tempat, yaitu di Halmahera - Tengah dan Selatan, di Halmahera Utara  dan  di  kota Ternate sendiri. Akar permasalahan dari tragedi Maluku Utara  ada  di  kecamatan  Malifut,  lokasi  awal  kerusuban  gelombang  I. Daerah-daerah lain adalah daerah imbas dari permasalahan pokok di kecamatan Malifut.

Tiga Sebab Utama Tragedi Maluku Utara

Pertama Perebutan Wilayah Agama

Persaiangan  perebutan  wilayah agama - antara agama Islam dan Kristen - di Maluku  Utara  telah  berlangsung  lebih dari 127 tahun sejak Missi Kristen untuk  pertama-kalinya  menginjakkan kaki di Tobelo, Halmahera Utara. Dapat dikatakan  bahwa  wilayah  Halmahera  Utara,  kecuali kecamatan Galela yang mayoritas  Islam,  adalah  wilayah ummat Kristen. Wilayah ummat Kristen ini jatuh sama dengan wilayah kesultanan Ternate.

Pada  tahun  1975, gunung Makian meletus dan berdasarkan ramalan para pakar gunung  api  ia  akan meletus lebih dabsyat lagi, maka pulau tersebut harus dikosongkan. Suku Makian yang terdiri dari 16 desa di pulau Makian kemudian melakukan bedol-pulau dan dimukimkan di daerah yang sekarang dikenal dengan nama  Malifut - dekat tanah-Senting Bobaneigo - (lihat peta) yang merupakan bagian terselatan dari Halmahera Utara, pihak Kristen merasa gerak ekspansi mereka ke arah Halmahera Tengah dan Selatan disumbat.

Selama  24  tahuan,  status  pemukiman  baru  yang terdiri dari 27 desa ini dibiarkan  terkatung-katung  oleh  Pemda  Tkt II Maluku Utara. Selama waktu sama  telah  terjadi  pertikaian-pertikaian kecil - berupa pembabatan kebon singkong,  cengkeh dan kelapa milik pedatang suku Makian terus terjadi dari waktu  ke  waktu.  Pembabatan kebon milik pendatang dilakukan penduduk asli yang  cemburu  dengan  keberhasilan material para pendatang. Para pendatang suku  Makian  yang terkenal ulet-gigih sukses mecapai tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik dari penduduk asli Kao dan Jailoto. Kocemburuan sosial antara  penduduk  asli  terhadap  penduduk pendatang yang jatuh sama dengan perbedaan   suku   dan   agama,   mulai   menggumpal  dan  menumpuk  secara perlahan-laban.

Kedua, Perebutan Tambang Emas di Malifut

kesenjangan sosial-ekonomi antara kedua kelompok yang tumpang-tindih dengan batas-batas   sentimen  agama  dan  suku  ini  kemudian  diperparah  dengan ditemukan  dan  kemudian  diexploitir  nya  Tambang  emas  di wilayah calon kecamatan  malifut secara kebetulan, tambang emas ini terletak di desa-desa penduduk  asli Kao. Karena itu, penolakan pihak penduduk asli atas PP 42/99 selain  dilatar-belakangi  oleh perimbangan kuantitas antar ummat beragama, juga didorong oleh keinginan untuk memonopoli berkah tambang emas

Bagi  pemerintah  kecamatan Kao jelas berkah tambang emas dapat mendongkrak pendapatan asli daerah. Oleh karena itu tidak mengherankan bila Camat Kao - Yang  notabene  beragama  Islam - justru memimpin penyerangan suku Kao yang mayoritas Kristen atas suku Makian pendatang yang beragama Islam.

Ketiga, Perebutan Kursi Gubernur Maluku Utara

Soal  perebutan kursi gubernu ini dilatar-belakangi oleh sejarah persaingan hegemoni  antara  kesultanan Ternate di satu pihak dengan kesultanan Tidore dan  Bacan  di  lain  pihak.  Masing-masing,  kesultanan  ini didukung oleh suku-suku  yang  berbeda,  Sultan  Ternate  secara terbuka telah menyatakan minatnya untuk menjadi Gubernur Maluku Utara.

Selain  Sultan  Ternate,  ada  dua  calon lain, yaitu Drs Bahar Andili yang sekarang  menjadi  Bupati  Halmahera Tengah, dan Drs Thaib Armain dari suku Makian  yang  sekarang menjabat sebagai SekWilda Tkt I Maluku Utara. Sultan Ternate  didukung oleh suku Ternate Utara yang beragama Islam dan suku-suku di  Halmahera  Utara  yang beragama Kristen di satu pihak berhadapan dengan calon  kuat drs, Thaib Armain yang didukung oleh suku-suku Makian-Kayoa dan Tidore.

Sultan Ternate secara cerdik mengambil keuntungan dari konflik Maluku Utara
dengan  tampil  sebab  pembela  dan  pahlawan dari ummat Kristen 7 baik yan sekarang  mengungsi  di  Bitung-Manado  maupun yang ditampung di Tobelo dan samasekali  tidak  memberi perhatian pada pengungai ummat Islam suku Makian pendatang yang tersebar di pulau-pulau Ternate, TidoTe dan Makian. Kelompok pengungsi yang terakhir ini menjadi pengungsi yang dilupakan (The Forgotten Refugees).

V. USULAN SOLUSI

Dalam setiap penyelesaian konflik - apakah itu konflik vertikal maupun yang horizontal  penegakan  keadilan  yang pada akhirnya akan membuahkan win-win solution, adalah prinsip dasar yang harus ditegakkan, prinsip ini merupakan prinsip pertama dan utama,

Prinsip  penyelesaian  pertikaian  yang  kedua adalab bahwa baik pemerintah pusat  dan daerah hanya berusaha memfasilitasi upaya penghentian pertikaian dan   pemulihan   keadaan,  utamanya  dari  segi  kemanan.  Pada  akhirnya, masyarskat  Maluku  Utara  lah  yang  harus  menyelesaikan  masalah  mereka sendiri.

Langkah-langkah  konkret  solusi  atas  tragedi Maluku Utara yang diusulkan berikut ini bertolak dari prinsip dasar ini. Usulan solusi ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu : jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

Solusi Jangka Pendek

Langkah-langkah  solusi  jangka  pendek adalah hal-hal yang perlu dilakukan    o1eh Pemerintah.

1. Kunjungan pimpinan Negara ke Maluku Utara

Kunjungan  ini telah dilakukan oleh Ibu Megawati Soekarno Puteri. Kunjungan ini   secara  simbolik  sangat  bermakna  karena  kunjungan  itu  sekaligus mengirimkan  dua pesan utama, yaitu : pertama, bahwa pemerintah pusat tidak menganaktirikan  wilayah Maluku Utara, dan kedua, bahwa Dwi-Tunggal Gus Dur dan  Megawati  adalah simbol rekonsiliasi antara dua ummat yang bertikai di sana.

Bola  perdamaian  itu  te1ah  berhasil  digulirkan  oleh kunjungan pimpinan Negara  ke Maluku umumnya, Maluku Utara kbususnya. Sayangnya, kunjungan Ibu Mega  ini  hanya  sebatas  Bandara saja dan samasekali tidak membuka dialog dengan warga yang menyambut di Bandara Sultan Banau.

Kekecewaan  ini  semakin diperbesar oleh kenyataan bahwa 1bu Wakil Presiden hanya  mengunjungi  dan memberi bantuan kepada kelompok pengungsi di Bitung Manado  yang  mayoritas  beragama  Kristen dan sama sekali tidak meluangkan waktu  untuk mengunjungi apalagi memberi bantuan kepada, kelompok pengungsi Makian yang beragarna Islam.

Bantuan  yang  telah  diberikan kepada pengungsi di Manado adalah suatu hal yang  terpuji.  Tindakan  (gesture) ini akan semakin terpuji bila 1bu Wakil Presiden  juga  memberi  bantuan  kepada kelompok pengungsi yang lain, baik yang ada di Ternate, Tidore dan Makian maupun yang ditampung di Tobelo.

2. Penyegaran satuan aparat keamanan

Karena  baik  Kapolres  maupun  Dandim  Maluku Utara telah berpihak ke satu kekutan  politik tertentu maka keduanya perlu segera diganti. Demikian juga pasukan  mereka  yang  sudah  lebih dari enam bulan bertugas di sana, perlu disegarkan.  Kedatangan  dua  batalyon  Brimob telah sangat banyak membantu keadaan. Kualitas pasukan seperti inilah yang perlu diperbanyak.

3.   Tindakan tegas aparat penegak hukum dan keamanan

Aparat  penegak  hukum  dan  kemanan harus secara lugas melucuti siapa saja yang  membawa senjata tajam di tempat-tempat umum. Bila melawan dilumpuhkan dengan  tangan  kosong,  Kota Ternate harus segera dibersihkan dari Pasukan Adat  Sultan  Ternate untuk menegakkan wibawa negara RI. Keberadaan pasukan adat  ini  hanya menjamin keamanan suku Ternate Utara dan pedagang-pedagang Cina,   sedangkan   suku-suku   lain  dalam  kota  Ternate,  terutama  suku Makian-Kayoa  dan  Tidore,  merasa  terancam.  Kesan adanya negara kerajaan dalam negara kesatuan RI harus dihapuskan.

4.   Rehabilitasi fisik-material dan mental

Perlu segera dibangun kembali rumah penduduk dan rumah ibadah serta falitas umumn  lainnya,  seperti  sekolah  dan Puskesmas baik di Malifut untuk suku Makian,  maupun di kecamatan-kecamatan Gane Barat dan Timur serta keeamatan Obi, Payahe dan di Ternate dan Tidore milik ummat Kristen.

Bila yang disebut terakhir ini menolak untuk kembali ke Ternate dan Tidore, maka  perlu  ditampung di tempat lain yang aman seperti lokasi transmigrasi baru.

Kepada  semua  kelompok  pengungsi perlu diberikan kompensasi atas kerugian harta  benda yang telah dialami. Kompensasi ini perlu diberikan secara adil sesuai dengan kebutuhan kepada kedua ummat beragama yang bertikai.

Pemulihan  keadaan  normal,  terutama  untuk  proses belajar dari anak-anak sekolah dan mahasiswa segera perlu diusahakan semaksimal mungkin.

Pendampingan   psikologis-mental  bagi  para  pengungsi  yang  membutuhkan, terutama perempuan dan anak-anak segera dilakukan.


Solusi Jangka Menengah

Langkah-langkah  solusi jangka menengah adalah hal-hal yang perlu dilakukan oleh  masyarakat  Maluku  Utara,  baik  yang  bermukim  di sana maupun yang bermiukim di luar Maluku Utara, terutama yang bermukim di Jakarta.


1.   Memfasilitasi pertemuan suku-Makian-Malifut dengan suku Kao + Jailolo.

HIKMU  (Himpunan  Keluarga  Maluku Utara di Jakarta) perlu segera mengambil prakarsa  untuk  menfasilitasi  dialog  tatap-muka  antara  kedua suku yang bartikai itu. Dialog dapat diselenggarakan di suatu tempat yang netral yang diterima oleh kedua belah pihak.


2.   Menata kembali tata-kelembagaan dialog antar iman

Tata  kelembagaan  dialog  antar  iman  dan  keharmonisan  antar iman tidak sehancur  di  Ambon.  Karena  itu,  besar  sekali  harapan  untuk menatanya kembali.  Lembaga  lembaga  agama  lokal  dengan  difasilitasi  oleh  pihak Universitas lokal dapat mengambil prakarsa ini.


3.   Aktualisasi dari relevansi lembaga adat

Lembaga-lembaga  adat  perlu  direaktualisasikan  untuk  menjawab tantangan generasi   muda   sekarang   ini  dengan  berpegang  pada  prinsip-prinsip: kedaulatan    rakyat,    demokrasi    dan   kemaslahatan   rakyat   banyak. Lembaga-lembaga  adat sama sekali tidak boleh digunakan untuk ambisi-ambisi politik  yang  menafikan kedulatan rakyat sebagai lawan dari Daulat Tuanku, apalagi  menginjak  injak tata-cara demokrasi modern yang beradab-melembaga yang pada akhirnya hanya menyengsarakan rakyat kecil. Reaktualisasi  dari  relevansi  lembaga,  adat  ini  terutama ditujukan dan    diperuntukkan bagi generasi muda.


4.   Mendekati dan memahami aspirasi dini kebutuhan generasi muda.

Sebagai  propinsi  yang  baru  dibentuk,  Maluku  Utara  di masa depan akan membutuhkan  SDM  yang  tidak  saja  terampil  dan  berwawasan  tetapi juga mempunyai  akar-budaya yang mantap dengan kualitas kepribadian yang unggul. Untuk  menghindari  bencana  serupa  seperti  yang  terjadi  di Ambon, maka tenaga-tenaga  muda  harus  didekati  dan  dipahami  aspirasi dan kebutuhan mereka  agar mereka merasa diperlukan dan dihargai dan bukannya dicampakkan
sebagai sampah masyarakat, tetutama di kota-kota.

5.   Bersama-sama Pemda mensukseskan Pemilu Lokal.

Perlu  disadari  bahwa  dalam rangka merealismikan cita-cita bersama rakyat Maluku  Utara  untuk  menjadi  propinsi  sendiri, masyarakat harus membantu penciptaan  ketenangan  dan  kedamaian  sehingga Pemilu Lokal dan pamilihan Gubernur  definitif  dapat  berjalan  dengan baik, beradab dan bermartabat, Cara cara memaksakan kehendak sendiri, apalagi dengan menggunakan kekerasan fisik  adalah  cara-cara  kanibal yang bukan saja harus ditinggalkan tetapi juga dikutuk oleh hati-nurani kemanusiaan yang adil dan beradab.

6.   Keadilan dalam menikmati berkah tambang emas.

Pihak Pemda dan pihak perusahaan pengelola tambang emas bersama-sama dengan wakil-wakil rakyat perlu mencarikan cara terbaik yang adil bagi semua pibak yang berminat di Maluku Utara dalam, mencicipi berkah tambang tersebut.

Solusi Jangka Panjang

Solusi jangka panjang ini adalah langkah-langkah yang perlu diambil baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat.

1. Membangun prasrana yang menopang penggalian potensi daerah. Yakni, pemerintah segera menyiapkan prasarana yang memadai agar para investor dalam dan luar-negeri berminat untuk mananamkam modal mereka. Potensi-potensidaerah berupa: kekayaaan maritim, pertambangan, perkebunan dan pariwisata alama Adalah hal-hal yang perlu diprioritaskan dalam hal ini
2. Membangun SDM penggali dan pengelola potensi daerah. Untuk tahap awal pemerintah Propinsi dapat memanggil pulang putera daerah yang bersedia pulang. Untuk jangka panjang perlu ada suatu upaya Pengadaan SDM secara terencana, terarah dan sistematik.
3. Menegakkan  keadilan distribusional kepada semua kelompok. Dari waktu ke waktu perlu ada suatu pemantaunan yang berkesinambungan atas kesempatan dan akses dan aset yang dipunyai oleh semua golongan yang ada di Maluku Utara. Perlu dijaga agar tidak terjadi proses marginalisasi dalam bidang ekonomi, pendidikan, birokrasi, wilayah agama dan hukum. Pengalaman Ambon dapat menjadi pelajaran yang berharga agar tidak diulangi Sambil menegakkan keadilan proporsional antar kelompok, prinsip keunggulan obyektif (meritocracy) juga perlahan-lahan diperkenalkan dan dilembagakan secara transparan.
4. Mendisain pola permukiman yang majemuk. Pola permukiman asli yang cenderung bermukim berdasarkan suku dan agama perlu dibuyarkan dengan memperkenalkan disain pola permukiman berdasarkan daya beli sehingga akhirnya dapat tercipta suatu lingkungan pemukiman yang majemuk terpadukan (integrated pluralism).

*)sesuai yang disampaikan luas di Kantor YLBHI, 14 Januari 2000



* Sosiolog UI



Berita sebelumnya

Meluruskan Sejarah

Berita Selanjutnya


Laporan KPP HAM


© 1996 - 2000 Megaforpresident-ri.org . All Rights Reserved

Pengelola