![](pics/pdi-p.gif)
Silahkan Logo PDI-P di-klik
Gus Dur dan Megawati -
Dwitunggal Pejuang Reformasi Indonesia
Hari ini, tanggal 30 Januari 2000, seratus hari berlalu sejak kita mengumumkan duka cita kita yang
dalam karena kegagalan Mbak Mega menjadi Presiden RI. Sebagai introspeksi,
terus terang, pada mulanya, dengan naiknya Drs Abdurrahman Wahid atau
lebih akrab dipanggil "Gus Dur" menjadi orang "nomor wahid" di Negara
Kesatuan RI berkat dukungan apa yang disebut "Poros Tengah" (Porteng),
kita berasumsi, antara lain, bahwa Gus Dur akan paling tidak akan bisa
di"setir" oleh para elite "Porteng" untuk tujuan ambisi politik pribadi
mereka, terutama AR yang sangat anti Mega.
Dan apa yang terjadi di "lapangan"? Menurut pengamatan selama seratus hari
belakangan ini, jelas terlihat bahwa kelompok kecil elite "Porteng" semakin
hari semakin menunjukkan kekecewaan yang dalam terhadap Gus Dur. Ternyata,
Gus Dur tidak bisa dikendalikan oleh siapapun. Bahkan sebaliknya, Gus Durlah
yang mengendalikan agar para elite "Porteng", agar mereka (kalau mau, tentu saja)
supaya berjalan bersama-sama berjuang untuk reformasi.
Dus, dengan keyakinan dan dengan tegas kita menarik kembali asumsi yang
salah terhadap Gus Dur. Perjuangan ke arah perubahan, yang sesuai dengan
tuntutan reformasi - menegakkan hukum dan keadilan, menghormati HAM, menjaga
stabilitas dan integritas Negara Kesatuan RI, mengatasi krisis berbagai
bidang kehidupan masyarakat - terus bergulir. Perlahan-lahan namun pasti
reformasi dimaksud terus dengan gigih dan tekun diperjuangkan oleh Gus Dur,
yang didampingi oleh Mbak Mega.
Bak pepatah "Harimau mati meninggalkan belangnya". Dwitunggal Gus Dur-Mega
bukan harimau. Dan ternyata pula, "dua sejoli" pemimpin Rakyat ini dengan teguh
hidup sesuai dengan kenyataan yang dihadapi dan jelas dalam praktek mereka
dengan teguh dan gigih memimpin perjuangan reformasi di Indonesia kini.
Tepat kiranya, apa yang ditekankan oleh Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Dr. Mochtar Pabottingi bahwa kewajiban seluruh bangsa Indonesia
adalah mendukung pemerintahan Gus Dur-Mega. Dr. Mochtar Pabotinggi mengemukakan hal
itu, sebagai pembicara dalam diskusi sehari, "Masa Depan Indonesia di Bawah
Gus Dur-Megawati, Mengkaji Persoalan Benang Kusut", Jumat (28/1) yang lalu.
Menurut Mochtar, nasion (nasionalisme dalam arti luas, kebangsaan), negara, dan
masyarakat bernama Indonesia hanya dapat diselamatkan dengan melanjutkan secara
tegas agenda reformasi, khususnya penegakan kembali sistem demokrasi di Indonesia.
Tugas tersebut menjadi terasa sangat berat, lanjut Mochtar, terutama karena saat ini
yang dihadapi adalah empat kebangkrutan sekaligus, yakni bidang politik, hukum,
ekonomi, dan moral sosial. Kebangkrutan yang sering disebut sebagai krisis
multidimensional. Belum lagi "warisan" masa lalu berupa membusuknya negara oleh
Orde Baru.
Marilah kita dengan teguh dan gigih berjuang mengadakan upaya penggalangan
kekuatan politik konstruktif di masyarakat untuk mengatasi krisis multideminsional
yang dihadapi pemerintah Gus Dur-Mega sekarang ini.
Marilah kita dukung kebijakan-kebijakan berbagai bidang yang dijalankan oleh
pemerintahan, yang dipimpin oleh Gus Dur dan Mbak Mega ini.
***ASA***